Istri Diperkosa Maling
Istri Diperkosa Maling
Tiba-tiba sebuah suara keras membangunkan kami di tengah malam. Fatimah istriku memeluk lenganku
saking ketakutannya. Suara itu datang dari arah dapur. Sepertinya kaca yang jatuh berantakan.
Naluriku mengatakan ada hal yang tak beres ada di dalam rumah ini. Aku bangun dan menyalakan
lampu. Istriku berusaha menahan aku. Dengan hati-hati aku bangun dan membuka pintu dan melangkah
ke dapur.
Aku kaget dengan ketakutan yang amat saat muncul sosok asing di bawah jendela dapurku. Nampak di
lantai kaca jendela pecah berserakan. Pasti dia ini maling yang hendak mencuri di rumah kami.
Sama-sama
kaget dengan gesitnya pencuri ini berdiri dan melangkah pendek menyambar pisau dapur kami yang
tidak jauh
dari tempatnya. Orang ini lebih gede dari aku. Dengan rambut dan jambangnya yang nggak bercukur
nampak begitu sangar. Dengan pakaiannya yang T. Shirt gelap dan celana jean bolong-bolong dia
menyeringai mengancam aku dengan pisau dapur itu.
Aku memang lelaki yang nggak pernah tahu bagaimana berkelahi. Melihat ulah maling ini langsung
nyaliku putus. Dengan gemetar yang sangat aku berlari kembali ke kamar tidurku dan menutup
pintunya. Namun kalah cepat dengan maling itu. Aku berusaha keras menekan untuk mengunci
sebaliknya maling itu terus mendorong dengan kuatnya. Istriku histeris berteriak-teriak
ketakutan,
“Ada apa Maass.. Toloonngg.. Tolongg..”
Namun teriakan itu pasti sia-sia. Rumah kami adalah rumah baru di perumahan yang belum banyak
penghuninya. Tetangga terdekat kami adalah Pak RT yang jaraknya sekitar 30 rumah kosong, yang
belum berpenghuni, dari rumah kami. Sementara di arah yang berbeda adalah bentangan kali dan
sawah yang luas berpetak-petak. Sejak pernikahan kami 2 tahun yang lalu, inilah rumah kredit kami
yang baru kami tinggali selama 2 bulan ini.
Upaya tarik dan dorong pintu itu dengan pasti dimenangkan oleh si maling. Aku terdepak jatuh ke
lantai dan maling itu dengan leluasa memasuki kamar tidur kami. Dia mengacung-acungkan pisau
dapur ke isteriku agar tidak berteriak-teriak sambil mengancam hendak memotong leherku. Istriku
seketika ‘klakep’ sepi. Sambil menodongkan pisau ke leherku dengan kasar aku diraihnya dengan
menarik bajuku keluar dari kamar. Matanya nampak menyapu ruangan keluarga dan menarikku mendekat
ke lemari perabot. Pasti di nyari-nyari benda berharga yang kami simpan.
Dia menemukan lakban di tumpukkan macam-macam peralatan. Dengan setengah membanting dia mendorong
aku agar duduk di lantai. Dia me-lakban tangan dan kakiku kemudian mulutku hingga aku benar-benar
bungkem. Dalam keadaan tak berkutik aku ditariknya kembali ke kamar tidurku. Istriku kembali
berteriak sambil menangis histeris. Namun itu hanya sesaat.
Maling ini sungguh berpengalaman dan berdarah dingin. Dia hanya bilang,
“Diam nyonya cantiikk.. Jangan membuat aku kalap lhoo..” kembali istriku ‘klakep’ dan sepi.
Nampak maling itu menyapukan pandangannya ke Kamar tidurku. Dia melihati jendela, lemari, tempat
tidur, rak kset dan pesawat radio di kamarku. Dia sepertinya berpikir. Semuanya kusaksikan dalam
kelumpuhan dan kebisuanku karena lakban yang mengikat kaki tanganku dan membungkam rapat mulutku.
Tiba-tiba maling itu mendekati Fatimah istriku yang gemetar menggulung tubuhnya di pojok ranjang
karena shock dan histeris dengan peristiwa yang sedang terjadi. Dengan lakbannya dia langsung
bekap mulutnya dan direbahkannya tubuhnya di ranjang. Aku tak kuasa apa-apa hanya mampu tergolek
dan berkedip-kedip di lantai. Aku melihat bagaimana sorot mata ketakutan pada wajah Fatimah
istriku itu.
Ternyata maling itu merentangkan tangan istriku dan mengikatnya terpisah di kanan kiri kisi-kisi
ranjang kayu kami. Demikian pula pada kakinya. Dia rentangkan dan ikat pada kaki-kaki ranjang.
Dan akhirnya yang terjadi adalah aku yang tergolek lumpuh di lantai sementara Fatimah istriku
telentang dan terikat di ranjang pengantin kami.
Perasaanku sungguh tidak enak. Aku khawatir maling ini berbuat diluar batas. Melihat sosoknya,
nampak dia ini orang kasar. Tubuhnya nampak tegar dengan otot-ototnya yang membayang dari T.
Shirt dekilnya. Aku taksir tingginya ada sekitar 180 cm. Aku melihati matanya yang melotot sambil
menghardik,
“Diam nyonya cantiikk..” saat melihat istriku yang memang nampak sangat seksi dengan pakaian
tidurnya yang serba mini karena udara panas di kamar kami yang sempit ini.
“Aku mau makan dulu ya sayaang.. Jangan macam-macam”. Dia nyelonong keluar menuju dapur. Dasar
maling nggak bermodal. Dia ngancam pakai pisauku, ngikat pakai lakbanku sekarang makan makananku.
Nampak istriku berontak melepaskan diri dengan sia-sia. Sesekali nampak matanya cemas dan
ketakutan Memandang aku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dengan maksud melarangnya bergerak
banyak. Hemat tenaga.
Sesudah makan maling itu gelatakan membukai Berbagai lemari dan laci-laci di rumah. Dia nggak
akan dapatkan apa-apa karena memang kami nggak punya apa- apa. Aku bayangkan betapa wajahnya akan
kecewa karena kecele. Kudengar suara gerutu. Nampaknya dia marah.
Dengan menendang pintu dia kembali masuk kamar tidur kami. Membuka lemari pakaian dan mengaduk-
adukkannya. Dilempar-lemparkannya isi lemari hingga lantai penuh berserakan. Dia buka kotak
perhiasan istriku. Dibuang-buangnya perhiasan imitasi istriku.
Karena tak mendapatkan apa yang dicari Maling mengalihkan sasaran kekecewaan. Dia pandangi
istriku yang telentang dalam ikatan di ranjang. Dia mendekat sambil menghardik,
“Mana uang, manaa..? Dasar miskin yaa..? Kamu umpetin dimana..?”
Tangannya yang mengkilat berotot bergerak meraih baju tidur istriku kemudian menariknya dengan
keras hingga robek dan putus kancing-kancingnya. Dan yang kemudian nampak terpampang adalah bukit
kembar yang begitu indah. Payudara Fatimah yang sangat ranum dan padat yang memang selalu tanpa
BH setiap waktu tidur. Nampak sekali wajah maling itu terkesima.
Kini aku benar-benar sangat takut. Segala Kemungkinan bisa terjadi. Aku saksikan adanya perubahan
raut mukanya. Sesudah tidak mendapatkan uang atau benda berharga dia jadi penasaran. Dia merasa
berhak mendapat pengganti yang setimpal. Maling itu lebih mendekat lagi ke Fatimah dan dengan
terus memandangi buah dadanya yang sangat sensual itu. Pelan-pelan dia duduk ditepian ranjang.
“Dimana kamu simpan uangmu nyonya cantiikk..?” sambil tangan turun menyentuh tubuh Fatimah yang
sama sekali tak bisa menolak karena kaki dan tangannyaterikat lakban itu. Dan tangan itu mulai
mengelusi dekat Payudaranya.
Ampuunn.. Kulihat bagaimana mata Fatimah demikian paniknya. Dia merem memejamkan matanya sambil
Memperdengarkan suara dari hidungnya,
“Hheehh.. Hheehh.. Heehh..”.
Istriku mengeluarkan air mata dan menangis, menggeleng-geleng kepalanya sambil mengeluarkan
dengus dari hidungnya.
Dan sentuhan maling itu tidak berhenti di tempat. Air mata istriku merangsang dia semakin brutal.
Tangan-tangannya dengan tanpa ragu mengelus- elus dan kemudian meremas-remas buah dada Fatimah
serta bagian tubuh sensitive lainnya. Hal ini benar-benar membuat darahku menggelegak marah. Aku
harus berbuat sesuatu yang bias menghentikan semua ini apapun risikonya. Yang kemudian bisa
kulakukan adalah menggerakkan kakiku yang terikat, menekuk dan kemudian menendangkan ke tepian
ranjangku. Maling itu terkaget namun sama sekali tidak bergeming.
“Hey, brengsek. Mau ngapain kamu. Jangan macam-macam. Jangan ganggu istrimu yang sedang menikmati
pijitanku,”dia menghardik aku. Dan aku memang langsung putus asa. Aku tak mungkin berbuat apa-apa
lagi. Kini hanya batinku yang meratapi kejadian ini.
Dan yang terjadi berikutnya adalah sesuatu Yang benar-benar mengerikan. Maling itu menarik robek
seluruh busana tidur istriku. Dia benar-benar membuat Fatimah telanjang kecuali celana dalamnya.
Lantas dia rebah merapatkan tubuhnya disampingnya. Istriku nampak bak rusa rubuh dalam terkaman
serigala. Dan kini pemangsanya mendekat untuk mencabik-cabik untuk menikmati tubuhnya.
Dari matanya mengalir air mata dukanya. Dia tak mampu berpuat apa-apa lagi. Dalam setengah
telanjangnya aku kian menyadari betapa cantiknya Fatimah istriku ini. Dia tunjukkan betapa
bagian-bagian tubuhnya menampilkan sensualitas yang pasti menyilaukan setiap lelaki yang
memandangnya. Rambutnya yang mawut terurai, pertemuan lengan dan bahu melahirkan lembah ketiak
yang bias menggoyahkan iman para lelaki.
Payudaranya yang membusung ranum dengan pentilnya yang merah ungu sebesar ujung jari kelingking
sangat menantang. Perut dengan pinggulnya yang.. Uuhh.. Begitu dahsyat mempesona syahwat. Aku
sendiri terheran bagaimana aku bisa menyunting dewi secantik ini.
Dan kini maling brutal itu menenggelamkan mukanya ke dadanya. Dia menciumi dan menyusu
Payudaranya seperti bayi. Dia mengenyoti pentil istriku yang nampaknya berusaha berontak dengan
menggeliat-geliatkan tubuhnya yang dipastikan sia-sia. Dengan semakin beringas nafsu nyolongnya
kini berubah menjadi nafsu binatang yang dipenuhi birahi.
Dengan gampang dia menjelajahkan moncongnya ke sekujur tubuh Fatimah. Dia merangsek menjilat-
jilat dan menciumi ketiak istriku yang sangat sensual itu. Inilah pesta besarnya. Dia mungkin tak
pernah membayangkan akan mencicipi nikmat tidur dengan perempuan secantik Fatimah istriku ini.
Menjarah dengan kenyotan, jilatan dan ciumannya maling ini merangsek ke tepian pinggul Fatimah
dan kemudian naik ke perutnya. Dengan berdengus-dengus dan nafasnya yang memburu dia menjilati
puser Fatimah sambil tangannya gerayangan ke segala arah meremas dan nampak terkadang sedikit
mencakar menyalurkan gelegak nafsu birahinya.
Perlawanan istriku sudah sangat melemah. Yang terdengar hanyalah gumam dengus mulut tersumpal
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai ungkapan penolakannya. Mungkin ketakutan serta
kelelahannya membuat stamina-nya ‘down’ dan lumpuh. Sementara sang maling terus melumati perut
dan menjilat- jilat bagian-bagian sensual tubuhnya.
Kebringasan serta kebrutalan hasrat syahwat maling ini semakin meroket ke puncak. Jelas akan
memperkosa istriku di depan aku suaminya. Dia bangun dari ranjang dan dengan cepat melepasi T.
Shirt serta celana dekilnya. Dia menelanjangi dirinya. Aku terkesima. Maling itu memiliki postur
tubuh yang sangat atletis dan menawan menurut ukuran tampilan tubuh lelaki. Dengan warna kulitnya
yang coklat kehitaman berkilat karena keringatnya nampak dadanya, otot lengannya perutnya begitu
kencang seperti pelaku binaraga. Tungkai kakinya, paha dan betisnya sungguh serasi banget.
Yang membuat aku terperangah adalah kemaluannya. kont*l maling itu begitu mempesona. Muncul dari
rimbun jembutnya kont*l itu tegak ngaceng dengan bonggol kepalanya yang juga berkilatan karena
kerasnya tekanan darah syahwatnya yang mendesakinya. Besar dan panjangnya di atas rata-rata
kemaluan orang Asia dan nampak sangat serasi dalam warna hitaman pada awalnya kemudian sedikit
belang kecoklatan pada leher dan ujungnya. Lubang kencingnya muncul dari belahan bonggol yang
mekar menantang.
Kesan kekumuhan awal yang kutemui dari rambut dan jambang yang tak bercukur serta pakaiannya yang
dekil langsung musnah begitu lelaki maling ini bertelanjang. Dia nampak sangat jantan macam
jagoan.
Dalam ketakutan dan panik istriku Fatimah melihat saat maling itu bangun dan dengan cepat
melepasi pakaiannya. Begitu lelaki maling itu benar-benar telanjang aku melihat perubahan pada
wajah dan mata istriku. Wajah dan pandangannya nampak terpana. Yang belumnya layu dan kuyu kini
beringas dengan mata yang membelalak. Mungkin karena ketakutannya yang semakin jadi atau karena
adanya ’surprise’ yang tampil dari sosok lelaki telanjang yang kini ada bersamanya diranjangnya.
Anehnya pandangannya itu tak dilepaskannya hingga ekor matanya mengikuti kemanapun lelaki maling
itu bergerak.
Walaupun aku tak berani menyimpulkan secara pasti, menurut pendapatku wajah macam itu adalah
wajah yang diterpa hasrat birahi. Adakah birahi Fatimah bangkit dan berhasrat pada lelaki maling
yang dengan brutal telah mengikat dan menelanjangi tubuhnya di depan suaminya itu. Ataukah
’surprise’ yang disuguhkan lelaki itu telah membalik 180 derajat dari takut, marah dan benci
menjadi dorongan syahwat yang dahsyat yang melanda seluruh sanubarinya? Ahh.. Aku dirasuki
cemburu buta. Aku sering mendengar perempuan yang jatuh cinta dengan penculiknya.
Lelaki maling turun dari ranjang dan merangkak di depan arah kaki Fatimah yang terikat. Dia
meraih kaki Fatimah yang terikat dan mulai dengan menjilatinya. Lidahnya menyapu ujung-ujung jari
kaki istriku kemudian mengulumnya.
Aku menyaksikan kaki Fatimah yang seakan disengat listrik ribuan watt. Kaget meronta dan
meregang- regang. Aku tidak pasti. Apakah itu gerak kaki untuk berontak atau menahan kegelian
syahwati. Sementara lelaki maling itu terus menyerang dengan jilatan-jilatannya di telapaknya.
Demikian dia melakukan pada kedua tungkai kaki istriku untuk mengawali lumatan dan jialatan
selanjutnya menuju puncak nikmat syahwatnya.
Dengan caranya maling itu memang sengaja Menjatuhkan martabatku sebagai suami Fatimah.
“Mas, istrimu enak banget loh. Boleh aku ent*t ya? Boleh.. Ha ha. Aku ent*t istrimu yaa..”
Dan aku disini yang tergolek macam batang pisang tak berdaya hanya mampu menerawang dan menelan
ludah.
Namun ada yang mulai merambati dan merasuk ke dalam sanubariku. Aku ingin tahu, macam apa wajah
Fatimah saat kont*l maling itu nanti menembusi kemaluannya. Dan keinginan tahuku itu ternyata
mulai merangsang syahwat birahiku. Dalam tergolek sambil mata tak lepas memandangi ulah lelaki
maling telanjang yang melata bak kadal komodo di atas tubuh pasrah istriku yang jelita kont*lku
jadi menegang. Aku ngaceng.
Kusaksikan betapa maling itu merangsek ke Selangkangan istriku. Dia menciumi dan menyedoti paha
Fatimah serta meninggalkan merah cupang di setiap rambahannya. Namun yang membuat jantungku
berdegup kencang adalah geliat-geliat tubuh istriku yang terikat serta desah dari mulutnya yang
terbungkam. Aku sama sekali tidak melihatnya sebagai perlawanan seorang yang sedang disakiti dan
dirampas kehormatannya. Istriku nampak begitu hanyut menikmati ulah maling itu.
Aku memastikan bahwa Fatimah telah tenggelam dalam hasrat seksualnya. Dia menggeliat-geliat dan
menggoyang-goyangkan tubuhnya teristimewa pinggul serta pantatnya. Fatimah dilanda kegatalan
birahi yang sangat dahsyat dan kini nuraninya terus menjemput dan merindui kenyotan bibir si
maling itu. Dalam pada itu aku berusaha tetap berpikir positip. Bahwa sangat berat menolak godaan
syahwat sebagaimana yang sedang dialaminya. Secara pelan dan pasti kont*lku sendiri semakin keras
dan tegak menyaksikan yangharus aku saksikan itu.
Dan klimaks dari pergulatan ‘perkosaan’ itu terjadi. Lelaki maling itu menenggelamkan bibirnya ke
Bibir vagina Fatimah. Dia menyedot dan mengenyoti itil istriku dan meneruakkan lidahnya menembusi
gerbang kemaluannya. Tak terelakkan..
Dalam kucuran keringat yang terperas dari tubuhnya Fatimah menjerit dalam gumam desahnya.
Pantatnya semakin diangkatnya tinggi-tinggi. Dia nampak hendak meraih orgasmenya. Bukan main.
Biasanya sangat sulit bagi Fatimah menemukan orgasme. Kali ini belum juga maling itu melakukan
penetrasi dia telah dekat pada puncak kepuasan syahwatnya. Ah.. Lihat ituu.. Benar.. Fatimah
meraih orgasmenya.. Nittaa..
Dia mengangkat tinggi pantatnya dan tetap Diangkatnya hingga beberapa saat sambil terkejat-kejat.
Nampak walaupun tangannya terikat jari-jarinya mengepal seakan hendak meremas sesuatu. Dan kaki-
kakinya yang meregang mengungkapkan betapa nikmat syahwat sedang melandanya. Itulah yang bisa
ditampilkan olehnya dikarenakan tangan serta kakinya masih terikat ke ranjang.
Dan sang maling tanggap. Sebelum keburu Fatimah Kelelahan dia naik menindih tubuh istriku dan
menuntun kont*lnya ke lubang vaginanya. Beberapa kali dia mengocok kecil sebelum akhirnya
kemaluan yang lumayan gede dan panjangnya itu tembus dan amblas ditelan mem*k istriku.
Maling itu langsung mengayun-ayunkan kont*lnya ke lubang nikmat yang sepertinya disemangati oleh
istriku dengan menggoyang dan mengangkat-angkat pantat dan pinggulnya agar kont*l itu bisa
menyentuhi gerbang rahimnya.
Aku sendiri demikian terbakar birahi Menyaksikan peristiwa itu. Khususnya bagaimana wajah istriku
dengan rambutnya yang berkeringat mawut jatugh ke dahi dan alisnya. kont*lku sangat tertahan oleh
celana sempitku. Aku tak mampu melakukan apa-apa untuk Melepaskan dorongan syahwatku.
Genjotan maling itu semakin cepat dan sering. Aku pastikan bahwa maling itu sedang dirambati
nikmat birahinya. kont*lnya yang semakin tegar kaku nampak licin berkilat karena cairan birahi
yang melumurinya nampak seperti piston diesel keluar masuk menembusi mem*k istriku. Aku bayangkan
betapa nikmat melanda istriku. Dengan kondisinya yang tetap terikat di ranjang, pantatnya nampak
naik turun atau mengegos menimpali pompan kont*l lelaki maling itu.
Sebentar lagi spermanya akan muncrat mengisi rongga kemaluan istriku. Dan nampaknya istrikupun
akan mendapatkan orgasmenya kembali. Orgasme beruntun. Bukan main. Selama menikah aku bisa hitung
berapa kali dia berkejat-kejat menjemput orgasmenya. Namun bersama maling ini tidak sampai 1 jam
dia hendak menjemput orgasmenya yang ke dua.
Saat-saat puncak orgasme serta ejakulasinya semakin dekat, lelaki itu mendekatkan wajahnya ke
wajah Fatimah dan tangannya meraih kemudian melepas lakban di mulut istriku. Namun dia tak
memberinya kesempatan untuk teriak. Mulutnya langsung menyumpal mulut istriku. Aku saksikan
mereka saling berpagut. Dan itu bukan pagutan paksa. Istriku nampak menimpali lumatan bibir
maling itu. Mereka tenggelam dalam nikmatnya pagutan. Dan ahh.. ahh.. aahh..
Maling itu melepas cepat pagutannya dan sedikit bangkit. Dia menyambar pisau dapur yang masih ada
di dekatnya. Dengan masing-masing sekali sabetan kedua ikatan tangan Fatimah terbebas. Dan pisau
itu langsung dilemparkannya ke lantai. Tangan maling itu cepat memeluki tubuh istriku serta
bibirnya memagutinya. Dan tanpa ayal dan ragu begitu terbebas tangan istriku langsung memeluki
tubuh lelaki maling ini. Kini aku menyaksikan persetubuhan yang nyaris sempurna. Lelaki maling
bersama Fatimah istriku langsung tenggelam mendekati puncak syahwatnya.
Hingga…
“Aarrcchh.. Cantikk.. Aku keluaarr..
Hhoohh.. Ampun
enaknyaa..”
Istriku juga mendesis hebat, tak ada omongan namun jelas, dia kembali meraih orgasmenya. Dengan
tangannya yang bebas dia bisa melampiaskan gelegak birahinya. Tangannya mencakar punggung maling
itu dan menancapkan kukunya. Nampak bilur sejajar memanjang di kanan kiri punggungnya merembes
kemerahan. Punggung maling itu sempat terluka dan berdarah.
Masih beberapa saat mereka dalam satu pelukan sebelum pada akhirnya lelaki maling itu bangkit dan
menarik kont*lnya dari kemaluan istriku. Aku langsung menyaksikan spermanya yang kental melimpah
tumpah dan meleleh dari lubang vagina Fatimah. Sesaat mata maling itu melihati tubuh istriku yang
nampak lunglai. Dia lantas bergerak efektif.
Maling itu turun dari ranjang, memakai celana dan T.Shirt-nya. Dia mencopot selembar sarung
bantal. Dia mengeluarkan dari kantongnya HP-ku dan HP istriku, jam tangan, perhiasan dan segepok
uang simpananku, mungkin hanya sekitar 500-an ribu rupiah. Dia masukkan hasil curiannya ke sarung
bantal itu. Tak sampai 2 menit sejak turun ranjang dia langsung keluar dan kabur meninggalkan aku
yang masih terikat tak berdaya di lantai dan Fatimah yang telanjang sesudah diperkosanya. Dia
telah mencuri barang-barangku dan menikmati tubuh dan kemaluan istriku.
Fatimah nampak bengong sambil melihati aku,
“Maaf, maass.. Aku harus memuaskan nafsu syahwatnya agar dia tidak menyakiti Mas..” Fatimah sudah
siap dengan alibinya. Aku hanya diam. Nikmat seksual memang bisa mengubah banyak hal.
Hingga kini, sesudah 8 tahun menikah hingga mempunyai 2 anak aib itu tak pernah diketahui orang.
Kami sepakat menyimpannya dalam-dalam.
Sesekali kulihat istriku bengong. Aku memakluminya. Setidaknya memang postur tubuhku serta
kaliber kemaluanku tak mungkin mengimbangi milik lelaki maling itu.
Jumat, 11 Mei 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar